Pada akhirnya sesuai dengan yang tertulis dalam “kisah hidupnya si Louis” bahwa SD kelas 6 akan dilanjutkan di Semarang. Sekolah itu bernama SD Antonius 02. Letaknya tepat dihadapan rumah kontrakanku. Jadi kalo mau berangkat sekolah tinggal nyebrang doang. Namun nyebrang rupanya tak segampang itu, karena kalo ada mobil lewat, kita gak bisa langsung nyebrang, kalo ada motor lewat kita juga gak bisa langsung nyebrang, apalagi kalo ada si Komo lewat... macet deh..
Proses diterimanya di SD Antonius 02 tak segampang yang dikisahkan nenek moyang. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh, seperti manjat tebing dengan kemiringan 90 drajat celcius, lalu bertahan dibawah air terjun niagara, kemudian berhadapan face to face dengan panda, dll.
Yang paling sulit adalah ngerjain soal ato istilah gaulnya tes masuk sekolah. Sebenarnya soal yang dikasih gak susah-susah amat. Ngerjain dengan kuping tertutup pun uda bisa. Tapi biar gak keliatan jenius, akhirnya ngerjain apa adanya.
Setelah beberapa jam mengerjakan akhirnya selesai juga hasil mahakarya. Abis itu langsung di koreksi sama pihak yang berwajib. Beberapa menit kemudian hasil keputusan akhir keluar. Aku bersama kedua ortuku langsung tegang. Suster yang juga berprofesi sebagai kepala sekolah pun berkata,
”pak, ini mumpung anaknya masih muda, bagaimana kalau dimasukkan kelas 5 saja??”
Kelas 5??!! Bagaimana mungkin bisa?? Usahaku sia sia dong telah mengalahkan monster panda dan juga mendamaikan uni soviet n USA. Kemudian sang suster menjelaskan,
”jadi begini, hasil tes nya tidak begitu baik seperti yang dirapot. Anak bapak sendiri juga tidak jeli dalam mengerjakan soal, diperintah tertulis untuk memberi lingkaran pada jawaban yang benar, tetapi anak bapak membuat tanda silang, bukan melingkari.”
Inilah jadinya kalo ada perbedaan budaya, karena di Batam terbiasa menyilangi jawaban yang benar, tapi di Semarang beda rupanya. Sang suster melanjutkan,
”bagaimana pak?? Saya takutnya kalau anak bapak tidak bisa mengikuti di kelas 6 nanti.”
Papaku tampaknya tak bisa berbuat apa-apa, kemudian minta pendapat ibuku. Dengan segala tindakan, ibuku pun akhirnya berkata,
”enggak bu, anak saya tetap melanjutkan kelas 6 sd”
Dan ombak pun berhembus dari belakang...
”kalau begitu anak ibu bisa membuat surat pernyataan untuk berjanji mengikuti kelas 6 ini dengan baik.”
”oh engga apa apa bu.” balas ibuku gak mau kalah.
Dan konflik ini berakhir dengan sebuah surat yang berisi pernyataan bahwa aku tak akan mengupil,,, maksudku aku akan mengikuti kelas 6 dengan baik dan berjanji bahwa aku bisa mengupil,,, maksudku aku bisa lulus dari SD..
My mother just save me from situasi genting....
pertamax
BalasHapus