Senin, 04 Oktober 2010

Nama Saya Louis


Dengan rambut belah tengah rapi, pakaian seragam baru beli, dan sepatu yang bukan asli itali, maka berangkatlah aku ke sekolahku yang baru. Dengan lincah ku seberangi jalan yang ramai kemudian menghindari makhluk besi beroda empat dan serangga beroda dua. Ibuku yang nganterin aku ke sekolah pun terheran heran dengan tingkah laku konyol ini dan sempat shock beberapa mili sekon. Sementara adikku yang masih polos jadi ikut-ikutan shock saking konyol nya.


Jalan demi jalan ku lalui. Langkah demi langkah ku langkahkan. Detik demi detik ku jalani. Namun sejujurnya jarak antara rumahku dengan sekolahku yang baru cuma dari seberang ke seberang, dari sisi sini ke sisi sana. Ato gampangnya tinggal nyebrang aja uda nyampe sekolah.


Waktu itu rame banget, penuh dengan anak-anak berkostum putih merah, atas putih bawah merah. Beberapa anak yang kayaknya sebaya sempat ngelirik kearahku dan terheran heran. Ada yang ngelirik sambil bisik-bisik. Ada yang ngelirik sambil nunjuk-nunjuk. Ada yang sambil pemanasan juga, bahkan ada yang sambil mengasah pisau sama golok.


Ibuku sempet nanya sama salah satu anak, ”dek, kelas 6 dimana ya??” kemudian anak itu menjawab, ”oh, murid baru ya tante?? Saya juga kelas 6.”

”oh iya? Kalau gitu tolong diantarkan ke kelas ya.”

”iya tante.”

”ni yok, ikut sama temenmu.” kata ibuku sambil nunjuk ke anak tadi.

Dan tanpa basa basi, aku gandeng tangan anak tadi.. ah tidak, aku tak sehomo itu, jadi aku ikutin aja anak tadi. Kelak anak tadi akan bernama Arvin dan dialah teman seperjuangan nanti, begitu kata sejarah.


Sampe di kelas langsung nyari bangku kosong yang gak ada hantunya (kalo bisa). Kalo bisa cari tempat yang dibelakang sendiri, jadi bisa tiduran. Ada tiga tempat duduk yang tersedia, yang satu ada di depan pojokan, satunya dibarisan kedua dari depan pojokan tepat di belakangnya tempat duduk kosong tadi, yang satunya lagi tempat duduk paling depan yang arahnya paling beda sendiri, dan aku yakin itu tempat duduk buat guru.


Dengan berbagai pertimbangan aku milih tempat duduk barisan kedua tadi, disebelahnya udah ada yang nempatin. Baru aja naruh tas disitu, tiba-tiba seorang bocah nongol.

”kowe cah anyar to? Kowe lungguh kene wae.” Sambil nunjuk ke tempat duduk bagian depan yang kosong satu karena sebelahnya uda ada penghuninya yang kuyakin seorang anak perempuan.

Aku sempat berpikir sesaat, bahasa apa ini?? Setelah menjungkir balikkan otak, aku tau, mungkin artinya,”wajahmu tampan sekali.”(yang protes maju). Namun ternyata bukan itu artinya, dalam kamus bahasa jawa, artinya adalah, ”kamu anak baru ya?? Kamu duduk disini aja.”


Dengan berbagai pertimbangan dan supaya gak dikeroyok sama satu kelas, akhirnya aku taati saran, ato mungkin perintah dari anak tadi supaya pindah depan. Bel tanda masuk pun berbunyi, anak-anak pada masuk kelas. Ternyata benar, yang duduk sebelahku adalah perempuan yang sangat menakutkan. Dengan rambutnya yang keriting dan kulitnya yang gelap. Sempat berpikir, apa aku bisa bertahan selama setahun disini?? Gawat. Padahal yang aku harapkan seorang gadis cantik yang duduk disebelah, tapi apa daya, mungkin sudah diatur sama yang diatas.


Seorang ibu guru yang berumur sekitar 30an tahun masuk. Tubuhnya yang mungil tampak dari kejauhan. Kelak ibu itu bernama bu Hatmi yang bakal mengajar dan menjadi wali kelas selama setaun.

”selamat pagi anak-anak.”

”selamat pagi buu.....”

”hari ini kita kedatangan murid baru, mungkin bisa maju buat perkenalan..” kata ibu itu sambil mempersilahkan.


Dan inilah saatnya untuk memperkenalkan dunia, untuk menunjukkan keberadaanku dengan berkata...


” nama saya Louis Cahyo Kumolo, saya biasa dipanggil Louis....”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar